Ga Nyangka, Ternyata Dulu Garam Adalah Barang Mewah



CoA - Bahkan istilah 'Gaji/Salary' berasal dari akar kata garam yaitu Salarium.

Garam adalah salah satu bahan pangan paling akrab dengan kehidupan manusia. Hampir setiap masakan di dunia menggunakan garam, dan kita sering menganggapnya sesuatu yang sederhana karena harganya murah serta mudah didapatkan. Namun, siapa sangka garam memiliki sejarah panjang yang sarat makna, mulai dari penemuan awal, perannya dalam peradaban manusia, hingga bagaimana harganya mengalami perubahan drastis dari barang mewah menjadi kebutuhan sehari-hari.

Jejak pemanfaatan garam sudah ada sejak zaman prasejarah. Manusia awal menemukan garam dari endapan alami di tepi danau atau laut yang mengering. Air yang mengandung garam akan menguap karena panas matahari, meninggalkan kristal putih yang kemudian dipungut oleh manusia. Selain itu, ada juga garam yang berasal dari batuan (rock salt) yang muncul ke permukaan tanah.

Hewan-hewan purba diketahui sering mencari garam dari batuan mineral tertentu (salt licks) untuk memenuhi kebutuhan mineral. Dari sinilah manusia kemungkinan meniru perilaku hewan dan mulai mengenal manfaat garam, baik untuk dikonsumsi maupun untuk mengawetkan daging hasil buruan.

Seiring berkembangnya peradaban, garam menjadi barang berharga. Beberapa catatan sejarah menunjukkan peran penting garam:

Mesir kuno (3000SM) merupakan salah satu peradaban awal yang memanfaat garam untuk berbagai kebutuhan. Mereka menggunakan garam dalam pengawetan ikan dan daging dari Sungai Nil. Garam juga dipakai dalam mumifikasi. Proses pengawetan jenazah Firaun membutuhkan natron (campuran garam alami) untuk mengeringkan tubuh. Hal ini membuat garam mendapat dimensi sakral dan spiritual. Mesir juga diketahui menjadi salah satu pusat produksi garam awal dunia.

Tiongkok kuno adalah salah satu negara paling awal yang mengelola garam secara terorganisir. Sekitar 2000 SM, masyarakat di Provinsi Sichuan sudah menggunakan garam dari mata air asin. Pada masa Dinasti Han (206 SM – 220 M), pemerintah Tiongkok membuat monopoli garam. Pajak garam menjadi sumber pendapatan utama negara, hingga berabad-abad lamanya. Bahkan, pada abad ke-8, buku "Treatise on Salt and Iron" (Yan Tie Lun) ditulis, membahas politik ekonomi garam – bukti bahwa garam bukan sekadar bumbu, melainkan instrumen politik.

Bangsa Romawi kuno juga memiliki hubungan yang sangat erat dengan garam. Garam begitu penting hingga digunakan sebagai bentuk pembayaran bagi prajurit. Dari sinilah muncul istilah salarium, yang menjadi asal kata salary (gaji). Jalur perdagangan garam juga berkembang, seperti Via Salaria di Italia yang menghubungkan tambang garam dengan kota Roma. Garam menjadi simbol kemakmuran. Dalam jamuan bangsawan, posisi tempat garam di meja makan menunjukkan status tamu.

Di kawasan Sahara Afrika Barat, garam menjadi komoditas yang sangat bernilai. Dalam perdagangan trans-Sahara, garam kerap ditukar dengan emas dalam jumlah sebanding. Bahkan ada ungkapan: emas keluar dari selatan, garam keluar dari utara.

Selama berabad-abad, garam bukanlah barang murah. Sebaliknya, ia termasuk komoditas mewah yang hanya bisa dimiliki oleh kalangan bangsawan, raja, atau orang kaya.

Mengapa garam begitu mahal? Itu semua karena garam sulit diperoleh di beberapa wilayah, terutama yang jauh dari laut. Proses produksi lama, misalnya harus menunggu penguapan air laut. Permintaan tinggi, karena garam tidak hanya untuk bumbu, tapi juga untuk mengawetkan makanan.

Di Eropa abad pertengahan, garam begitu berharga hingga ada istilah garam lebih mahal dari daging. Bahkan dalam jamuan kerajaan, kehadiran garam di meja makan menjadi simbol status sosial.

Nilai garam yang tinggi membuat banyak kerajaan dan pemerintahan memonopoli produksi dan penjualannya. Pajak garam menjadi salah satu sumber pemasukan penting.

Pemerintah Prancis pada abad ke-14 menerapkan pajak garam bernama gabelle. Pajak ini sangat tidak populer karena rakyat kecil harus membayar mahal, sementara bangsawan mendapat pengecualian. Kebencian terhadap gabelle menjadi salah satu faktor yang memicu Revolusi Prancis (1789).

Sedangkan di India sekitar abad ke-19 pemerintah kolonial Inggris menetapkan pajak garam yang sangat memberatkan. Pada tahun 1930, Mahatma Gandhi memimpin aksi protes damai bernama Salt March, yaitu perjalanan sejauh ± 380 km menuju pantai Dandi untuk membuat garam sendiri. Aksi ini menjadi simbol perlawanan terhadap penjajahan Inggris.

Contoh ini menunjukkan bahwa garam bukan sekadar bumbu, melainkan juga alat politik dan ekonomi yang bisa menentukan jalannya sejarah bangsa.

Akhirnya situasi berubah drastis pada abad ke-19. Revolusi Industri melahirkan teknologi produksi garam skala besar, baik dari penguapan garam laut dengan sistem modern maupun dari penambangan batuan garam di dalam tanah.

Akibatnya, produksi garam meningkat pesat dan harganya turun drastis. Garam tidak lagi menjadi barang mewah, melainkan kebutuhan sehari-hari yang terjangkau oleh semua lapisan masyarakat.


Post a Comment

Previous Post Next Post