CoA - Tsa’labah bin Abdurrahman adalah seorang pemuda Anshar di Madinah. Ia rajin membantu Rasulullah SAW, bahkan sering mengurus keperluan beliau.
Suatu hari, Rasulullah mengutusnya untuk suatu keperluan. Saat berjalan, Tsa’labah melewati rumah seorang Anshar. Dari sela-sela rumah, ia tak sengaja melihat seorang wanita yang sedang mandi.
Hatinya gelisah. Ia merasa telah melakukan dosa besar hanya karena melihat hal itu.
Dilanda rasa takut dan malu kepada Allah serta Rasul-Nya, Tsa’labah pun lari meninggalkan Madinah. Ia pergi jauh ke pegunungan, menangis dan memohon ampunan setiap malam.
Beberapa hari kemudian, Rasulullah bertanya kepada sahabat:
"Ke mana Tsa’labah? Sudah lama aku tidak melihatnya."
Para sahabat pun mencari, hingga ada yang menemukannya di gunung. Tubuhnya kurus kering, wajahnya pucat, dan ia terus menangis.
Ketika dibawa kembali ke Madinah, Tsa’labah memohon:
"Ya Rasulullah, doakan agar Allah mengampuniku. Aku merasa pasti akan menjadi ahli neraka."
Rasulullah SAW bersabda dengan penuh kasih:
"Bukankah engkau beriman kepada Allah dan Rasul-Nya?"
Tsa’labah menjawab: "Betul, ya Rasulullah."
Beliau berkata: "Maka janganlah engkau khawatir, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang."
Tak lama kemudian, Tsa’labah jatuh sakit parah karena tubuhnya sudah lemah. Saat ajal mendekat, ia berkata lirih:
"Ya Rasulullah, aku merasakan seakan seluruh dosa dunia menindihku."
Rasulullah meletakkan kepala Tsa’labah di pangkuannya, namun pemuda itu memindahkannya. Ketika ditanya mengapa, ia menjawab:
"Ya Rasulullah, kepalaku tak pantas berada di pangkuanmu sementara aku penuh dosa."
Akhirnya Tsa’labah wafat. Rasulullah SAW menyolatkannya dengan air mata berlinang.